Senin, 16 Maret 2015

Tokoh Pahlawan Indonesia


Usman Janatin lahir di Jatisobo, Banyumas, pada tanggal 18 Maret 1943.Ia lulus dari sekolah menengah pada tahun 1962
Pada 1 Juni 1962, ia masuk Korps marinir Indonesia. Selama Konfrontasi Indonesia-Malaysia, ia diangkat sebagai salah satu dari tiga relawan untuk melayani dalam sebuah operasi militer yang disebut Komando Siaga (kemudian berganti nama menjadi Komando Mandala Siaga), yang dipimpin oleh Wakil Laksamana Omar Dhani. Kemudian ia ditempatkan di Pulau Sambu, (sekarang berada di wilayah Kepulauan Riau. Pada 8 Maret 1965, dia, Harun Thohir, dan Gani bin Arup ditugaskan untuk melakukan sabotase di Singapura. Dilengkapi dengan perahu karet dan 12,5 kilogram (28 pon) bahan peledak, mereka diberitahu untuk membom sebuah rumah tenaga listrik, tetapi sebaliknya, pada tanggal 10 Maret 1965, mereka menargetkan bangunan sipil, bangunan Hong Kong and Shanghai Bank, yang sekarang dikenal sebagai MacDonald House, menewaskan tiga orang dan melukai sedikitnya 33 lainnya, yang semuanya warga sipil tak berdosa. Ketika melarikan diri, Janatin dan Thahir pergi ke pantai, sementara Gani memilih rute yang berbeda. Janatin dan Thahir menyita perahu motor, tapi di laut perahu motor rusak. Mereka ditangkap oleh pasukan patroli Singapura pada 13 Maret 1965 dan dihukum karena pembunuhan, karena mereka telah mengenakan pakaian sipil pada saat itu dan telah menargetkan bangunan sipil, dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Singapura.
Mereka dihukum gantung di Penjara Changi, Singapura, pada 17 Oktober 1968 tetap Janatin ini dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
From:Ensiklopedia Pahlawan Indonesia

Minggu, 01 Maret 2015

Tokoh Pahlawan Indonesia
Jenderal Besar Raden Soedirman adalah seorang perwira tinggi indonesia.Menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia secara luas terus dihormati di Indonesia.  Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu. Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman. Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan gerilyanya ditetapkan sebagai sarana pengembangan esprit de corps bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100-kilometre (62 mi) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi Militer. Soedirman ditampilkan dalam uang kertas rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan menjadi nama sejumlah jalan, universitas, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

from:Ensiklopedia pahlawan Indonesia